HUBUNGAN MENJAGA KESEIMBANGAN SEBAGAI WANITA KARIR DAN IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TUMBUH KEMBANG ANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dewasa ini fenomena perempuan bekerja merupakan
suatu hal yang biasa. Beberapa perempuan bahkan mampu menduduki posisi penting
dalam beberapa jabatan, mulai dari Presiden, Menteri, maupun Manajer. Pada saat
ini, terjadi pula pergeseran jenis pekerjaan yang oleh para perempuan, sehingga
pekerjaan-pekerjaan yang dahulu dominan dilakukan laki-laki, sekarang banyak
juga dilakukan para perempuan.
Masalah wanita bekerja seyogianya dilihat dari
dua kacamata aspek fundamental. Pertama tereksposnya negara kita seperti
sebagian besar negara di dunia, oleh arus globalisasi, industri, dan teknologi,
dengan berbagai dampak yang secara simultan dialami dalam berbagai tata cara
hidup dengan kecepatan yang luar biasa sehingga sering membawa kebingungan dan
masalah dalam menghadapinya. Kedua pemberdayaan wanita dalam berpartisipasi
secara aktif dalam pembangunan, bukan saja sebagai objek pembangunan, melainkan
juga pemberdayaan dan mengintegrasikan isu gender
dalam keseluruhan strategi pembangunan negara kita.[1]
Alasan lain semakin mahalnya harga bahan
pangan, akan bertambah pula kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi. Sehingga
untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipernuhi tersebut, salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah ibu rumah tangga turut bekerja untuk menambah penghasilan
keluarga. Menurut Suprapto (dalam
Ana, 2008) kemungkinan terbesar alasan wanita bekerja
adalah faktor ekonomi. Ibu bekerja ingin membantu meningkatkan kondisi ekonomi
keluarga menjadi lebih baik.
Ibu bekerja memiliki peran ganda selain sebagai
wanita karir juga sebagai ibu rumah tangga, dimana ibu harus dapat membagi
waktu antara pekerjaan dan mengasuh anaknya dengan baik. (Ana, 2008). Ibu yang bekerja akan melimpahkan urusan
merawat anak pada pengasuh, sedangkan baru dapat mengasuh anaknya secara
intensif setelah pulang bekerja. Padahal, dalam lingkungan keluarga peran ibu
sangat penting dalam tumbuh kembang anak, seperti memberikan rangsangan pada
aktivitas anak, perkembangan intelejensia, dan menyiapkan anak memasuki dunia
sekolah.
Interaksi dan
komunikasi dengan lingkungan keluarga inilah yang pada hakikatnya yang ikut
menentukan arah dari perkembangan anak, yaitu peluang keserasian belajar pada
setiap masa peka. Umpamanya pada bayi umur 0-2 tahun: kepekaan utama terletak
dalam latihan alat indra, motorik, dan perluasan perkembangan bahasanya. Setiap
pengalaman langsung dihayatinya sebagai pengalaman yang amat mendalam (peak experience), dan sangat berpengaruh
terhadap kesan dan sikap kehidupan anak kelak (terutama pada umur 3-5 tahun),
yaitu suatu penyesuaian diri yang bersifat aktif dan sekektif.[2]
Jadi sangat disayangkan apabila ibu yang
bekerja sampai melalaikan tugas pokoknya mengasuh anak serta memperhatikan
tumbuh kembang anak. Mengingat dewasa ini banyak ibu muda yang memutuskan untuk
bekerja, penulis mengangkat judul Hubungan Keseimbangan Sebagai Wanita Karir
dan Ibu Rumah Tangga Terhadap Tumbuh Kembang Anak, untuk membahas lebih dalam
berkaitan dengan maraknya fenomena ibu bekerja, bagaimana menjaga keseimbangan
antara karir dan ibu rumah tangga, dan dampak yang ditimpulkan terhadap tumbuh
kembang anak.
Persoalan ibu bekerja
atau tidak seyogianya dilihat pada manajemen waktu. Menurut Semiawan (2002:16)
Manajemen waktu merupakan persoalan yang paling penting dalam menjaga
keseimbangan kehidupan keluarga. Sebenarnya hal tersebut bukan saja berlaku
bagi wanita bekerja, melainkan juga bagi semua ibu rumah tangga. Rumah tangga
aman adalah rumah tangga tempat kedua orang tua memiliki waktu saling
memerhatikan mitranya serta putra dan putrinya dan memiliki kesempatan
berkomunikasi.
Pandangan di dalam
masyarakat yang cenderung merendahkan profesi ibu bekerja muncul melalui proses
konstruksi sosial, dimana sejarah dan budaya mempengaruhi dalam proses
tersebut. Sejarah dan budaya mengkonstruksi bagaimana seharusnya ibu dalam
membesarkan anak maupun memilih profesi yang akan dijalani. Sebagian besar
hasil konstruksi sosial tersebut berpandangan bahwa ibu ideal adalah ibu yang seharusnya
berada di sekitar anaknya dan selalu ada ketika anak membutuhkannya. Dengan
kata lain, ibu ideal adalah ibu yang selalu berada di rumah.
Pandangan dan ekspektasi
mengenai bagaimana seharusnya ibu membesarkan anak merupakan hasil konstruksi
sosial yang terjadi di masyarakat. Setiap ibu seakan dituntut unt uk memenuhi
ekspektasi masyarakat, walaupun terkadang ekspektasi tersebut tidak dapat
disamaratakan bagi semua ibu. Karena ada beberapa faktor yang ikut berperan
seperti faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Peran ibu hanya terbatas bagaimana
bisa membesarkan anak dan membantu keberlangsungan hidup keluarga. Maka tak
jarang kita banyak menemukan ibu-ibu ikut turun ke ladang atau sawah dalam
rangka membantu suami bekerja
Persoalan ibu bekerja atau tidak bekerja
berkaitan dengan tumbuh kembang anak merupakan topik yang menarik dikupas lebih
dalam. Oleh karena itu penulis mengangkat judul Hubungan Menjaga Keseimbangan
Sebagai Wanita Karir dan Sebagai Ibu Rumah Tangga Terhadap Tumbuh Kembang Anak.
Dalam makalah ini, penulis membahas sub-sub bab sebagai berikut: tinjauan ibu
bekerja dan faktor yang mempengaruhi, tinjauan ibu dan tumbuh kembang anak, dan
dampak terhadap tumbuh kembang anak. Diharapkan melalui makalah ini dapat
menjawab persoalan berkaitan dengan hubungan ibubekerja atau tidak dengan
tumbuh kembang anak.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apasajakah
faktor-faktor yang mendorong ibu bekerja?
2. Bagaimana
menjaga keseimbangan antara wanita karir dengan ibu rumah tangga?
3. Dapak
apasajakah yang akan ditimbulkan terhadap tumbuh kembang anak
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui faktor pendorong ibu bekerja
2. Untuk
mengetahui bagaimana menjaga keseimbangan antara wanita karir dengan ibu rumah
tangga.
3. Untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan terhadap tumbuh kembang anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Ibu Bekerja dan
Faktor yang Mempengaruhi
1.
Ibu
Bekerja
Menurut
kamus umum Bahasa Indonesia “Badudu-Zain” (dalam Ana, 2008) ibu bekerja adalah
perempuan yang tidak saja bertugas sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga
perempuan yang bekerja di dalam masyarakat di bidang apa saja dan mendapatkan
penghasilan. (wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha,
perkantoran, dan sebagainya.)
Dewasa ini fenomena perempuan bekerja merupakan
suatu hal yang biasa. Beberapa perempuan bahkan mampu menduduki posisi penting
dalam beberapa jabatan, mulai dari Presiden, Menteri, maupun Manajer. Pada saat
ini, terjadi pula pergeseran jenis pekerjaan yang dilakukan oleh para
perempuan, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang dahulu dominan dilakukan
laki-laki, sekarang banyak juga dilakukan para perempuan.
Banyak persoalan yang dialami ibu bekerja,
seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas
rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa menikmati peran gandanya, namun ada
yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit semakin berkembang
dalam hidup sehari-hari
2.
Faktor yang Mempengaruhi
Masalah wanita bekerja seyogiannya dilihat dari
dua kacamata aspek fundamental. Pertama tereksposnya negara kita seperti
sebagian besar negara di dunia, oleh arus globalisasi, industri, dan teknologi,
dengan berbagai dampak yang secara simultan dialami dalam berbagai tata cara
hidup dengan kecepatan yang luar biasa sehingga sering membawa kebingungan dan
masalah dalam menghadapinya. Kedua pemberdayaan wanita dalam berpartisipasi
secara aktif dalam pembangunan, bukan saja sebagai objek pembangunan, melainkan
juga pemberdayaan dan mengintegrasikan isu gender
dalam keseluruhan strategi pembangunan negara kita.[3]
Alasan lain semakin mahalnya harga bahan
pangan, akan bertambah pula kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi. Sehingga
untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipernuhi tersebut, salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah ibu rumah tangga turut bekerja untuk menambah
penghasilan keluarga. Menurut Suprapto (dalam
Ana, 2008) kemungkinan terbesar alasan wanita bekerja
adalah faktor ekonomi. Ibu bekerja ingin membantu meningkatkan kondisi ekonomi
keluarga menjadi lebih baik.
B. Tinjauan Ibu dan Tumbuh
Kembang Anak
1.
Peran
Ibu
Ibu sebagai salah satu
faktor lingkungan keluarga yang berpengaruh pada tumbuh kembang, memainkan
peran di dalam mendidik anak, terutama pada masa balita. Peranan ibu tersebut
dibedakan menjadi tiga tugas penting, yaitu ibu sebagai pemuas kebutuhan anak,
ibu sebagai teladan atau “model” peniruan anak dan sebagai pemberi stimulasi
bagi perkembangan anak.
Peran lain ibu dalam
menunjang pertumbuhan anak adalah memberikan pola asuh makan yang baik. Praktek
pola asuh makan terdiri dari pemberian makan yang sesuai umur dan kemampuan
anak, kepekaan ibu atau pengasuh mengetahui saat anak perlu makan, upaya
menumbuhkan nafsu makan anak, dan menciptakan situasi makan yang baik seperti
memberi rasa nyaman saat makan.
Menurut Cropley (dalam Permono,
2013) anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar, ternyata
tidak benar, bahkan pendidikan yang dimulai usia taman kanak-kanakpun sebenarnya
sudah terlambat. Menurut hasil penelitian di bidang neurologi seperti yang dilakukan
oleh Dr. Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari universitas Chicago,
Amerika Serikat, mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak
usia 0-4 tahun mencapai 50%. Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak
mendapatkan rangsangan yang maksimal maka segala tumbuh kembang anak baik fisik
maupun mental tidak akan berkembang secara optimal.
Menurut Desain
Pembangunan Karakter Anonim, 2010 (dalam Permono, 2013) Faktor penentu bagi
perkembangan anak baik fisik maupun mental adalah peran orang tua, terutama
peran seorang ibu, karena ibu adalah pendidik pertama dan utama bagi anak- anak
yang dilahirkan sampai dia dewasa. Dalam proses pembentukan pengetahuan, melalui
berbagai pola asuh yang disampaikan oleh seorang ibu sebagai pendidik pertama
sangatlah penting. Pendidikan dalam keluarga sangat berperan dalam
mengembangkan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nila keagamaan dan moral, serta ketrampilan sederhana.
Dalam konteks ini proses sosialisasi dan enkulturasi terjadi secara berkelanjutan.
Hal ini bertujuan untuk membimbing anak agar menjadi manusia yang beriman,
bertaqwa, berakhlak mulia, tangguh, mandiri, inovatif, kreatif, beretos kerja,
setia kawan, peduli akan lingkungan, dan lain sebagainya.
Peran ibu tidak berhenti
setelah anak melewati masa balita. Saat anak mulai memasuki usia sekolah, peran
ibu justru lebih dominan. Hal ini dikarenakan menginjak usia sekolah, anak akan
bersosialisasi dan mendapat pengaruh dari luar terutama teman sebaya. Orang tua
terutama sosok ibu harus mampu memberikan pengertian dan membekali anak tentang
lingkungan.
Menurut Taylor (1953);
Comb dan Snygg(1959) (dalam Agustiani, 2006:82) pada usia 6-7 tahun,
batas-batas pemahaman akan diri menjadi lebih jelas bagi anak sebagai hasil
dari eksplorasi dan pengalaman dengan tubuhnya sendiri. Selama periode awal
kehidupan, konsep diri individu sepenuhnya didasari oleh persepsi tentang diri
sendiri. Kemudian dengan bertambahnya usia, pandangan tentang diri ini menjadi
lebih banyak didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan
orang lain
Selama masa anak
pertengahan dan akhir, kelompok teman sebaya mulai memainkan peran yang
dominan, menggantikan peran orang tua sebagai orang yang turut berpengaruh pada
konsep diri anak. Anak makin mengidentifikasikan diri dengan anak-anak
seusianya dan mengadopsi bentuk-bentuk tingkah laku kelompok teman sebaya dari
jenis kelamin yang sama. (Agustiani, 2006:82)
2.
Tumbuh
Kembang Anak
Tumbuh
kembang menyangkut dua peristiwayang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan,
yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan memiliki dapak pada aspek
fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ atau
individu. Walaupun demikian pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara
singkron pada diri individu.
a.
Pertumbuhan
Anak merupakan aset,
pewaris, dan generasi penerus bangsa. Anak diharapkan dapat tumbuh dan
berkembang sebaikbaiknya sehingga nantinya menjadi orang dewasa yang sehat
secara fisik, mental, sosial dan emosi, dengan demikian dapat mencapai
perkembangan yang optimal akan potensi yang dimilikinya dan menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas
Pertumbuhan sering
dikaitkan dengankata perkembangan, sehingga ada istilah tumbuh kembang. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa pertumbuhan merupakan bagian dari perkembangan.
Namun sebenarnya pertumbuhan dan perkembangan adalah dua hal yang berbeda
Pertumbuhan merupakan perubahan
ukuran dan bentuk tubuh atau anggota tubuh, misalnya bertambah berat badan,
bertambah tinggi badan, bertambah lingkaran kepala dan perubahan tubuh yang
lainnya yang biasa disebut pertumbuhan fisik. Pertumbuhan dapat dengan mudah
diamati melalui penimbangan berat badan atau pegukuran tinggi badan. Pemantauan
pertumbuhan anak dilakukan secara terus menerus dan teratur.
Menurut Supariasa dalam
(Ana, 2006) pertumbuhan dapat diukur dengan status gizi. Status gizi adalah
ekspektasi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
perwujudan dari nutriture dalambentuk variabel tertentu
Menurut Almatsier (dalam
Ana, 2006) status gizi baik atau optimal bila tubuh memperoleh cukup zat-zat
gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
pertumbuhan otak, kemampuan kerja, dankesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan
satu atau lebih zat gizi lebih esensial.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, terdapat berbagai ciri khas yang membedakan
komponen satu dengan yang lain. Proses
pertumbuhan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Dalam pertumbuhan
akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada dan
yang lainnya.
2.
Dalam Pertumbuhan
dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat terlihat pada proporsi fisik atau
organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi hingga dewasa.
3.
Pada pertumbuhan dan
perkembangan, hilang ciri-ciri lama yang ada selama pertumbuhan, seperti
hilangnya kelenjar timus, gigi susu atau hilangnya refleks tertentu.
b.
Perkembangan
Adapun perkembangan Menurut
Soetjiningsih (dalam Adhi, 2010) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya
proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi
fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, terdapat berbagai ciri khas yang
membedakan komponen satu dengan yang lain. Proses pertumbuhan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Perkembangan selalu
melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti dari perubahan fungsi, seperti
perkembangan sistem reproduksi akan diikuti perubahan pada fungsi alat kelamin.
2.
Perkembangan memilki
pola yang konstan yaitu perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala
kedaerah kaki.
3. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan mulai dari melakukan hal yang
sederhana sampai melakukan hal yang sempurna.
4.
Perkembangan setiap
individu memiliki kecepatan pencapaian yang berbeda.
5.
Perkembangan dapat
menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya, dimana tahapan perkembangan harus
dilewati tahap demi tahap.
c.
Faktor
yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Menurut Suriviana (dalam
Ana), kebutuhan dasar seorang anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
adalah asah, asih, dan asuh. Asah adalah kebutuhan akan stimulasi mental dini,
sedangkan asih adalah kebutuhan
emosional, dan asuh adalah kebutuhan biomedis. Kebutuhan biomedis menyangkut
asupan gizi anak, kebutuhan akan tempat tinggal, pakaian yang layak dan aman,
perawatan kesehatan dini berupa imunisasi, deteksi dan intervensi diri akan timbulnya
gejalah penyakit.
Secara biologis
kecerdasan sangat dipengaruhi oleh kinerja otak. Kemampuan kinerja otak sangat
ditentukan oleh jumlah sel syaraf dan jumlah hubungan antar sel syaraf otak.
Hasil penelitian menujukkan bahwa anak anak yang cerdas memiliki jumlah sel
syaraf otak dan jumlah hubungan
antar sel syaraf otak lebih banyak. Pertumbuhan dan perkembangan sel syaraf otak saat prenatal, selain dipengaruhi oleh faktor genetis juga dipengaruhi oleh faktor makanan.
antar sel syaraf otak lebih banyak. Pertumbuhan dan perkembangan sel syaraf otak saat prenatal, selain dipengaruhi oleh faktor genetis juga dipengaruhi oleh faktor makanan.
Makanan yang bergizi dan seimbang diperlukan
tubuh agar sel syaraf otak dapat tumbuh secara optimal. Pada saat masih dalam
kandungan, ibu hamil harus mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan menghindari
makanan yang dapat menghambat pertumbuhan sel syaraf otak pada janinnya.
Kesehatan badan dan imunitas sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
kecerdasan anak. Tubuh anak yang sehat berkembang dengan baik termasuk otaknya.
Air susu ibu amat penting
bagi kesehatan dan imunitas anak. ASI mengandung zat-zat makanan yang sesuai dengan
kondisi saluran pencernaan anak. Bila bayi tumbuh sehat pada tahun-tahun
pertama kehidupannya maka ini akan menambah jumlah sel-sel syaraf otaknya
dimana pertumbuhan ini menambah perkembangan kecerdasan bayi tersebut. Setelah
anak dilahirkan, tahun-tahun awal kehidupan
merupakan saat yang paling kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan otak
Menurut Dirjen Diklusepa,
Depdiknas: 2002 (dalam Permono, 2013) Pertumbuhan otak anak ditentukan oleh
bagaimana cara pengasuhan dan pemberian makan serta stimulasi anak pada usia
dini yang sering disebut critical period ini. Gizi yang tidak seimbang maupun
gizi buruk serta derajat kesehatan anak yang rendah akam menghambat pertumbuhan
otak dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat,
menyerap, mereproduksi dan merekonstruksi informasi. Disamping itu, rendahnya
derajat kesehatan dan gizi anak akan menghambat pertumbuhan fisik dan motorik
anak yang juga berlangsung sangat cepat pada tahun-tahun pertama kehidupan anak.
Gangguan yang terjadi pada pertumbuhan fisik dan motorik anak, sulit diperbaiki
pada periode berikutnya, bahkan dapat mengakibatkan cacat yang permanen.
Tahun-tahun pertama
kehidupan merupakan periode yang sangat penting yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan
kecerdasan, ketrampilan motorik dan sosial emosi berjalan demikian pesatnya
Untuk mencapai keberhasilan di tahun-tahun tersebut, dibutuhkan peran pengasuh
anak, terutama ibu. Jika peran tersebut dapat dimainkan dengan
baik oleh ibu maka pertumbuhan dan perkembangan anak dapat mencapai titik optimal.
baik oleh ibu maka pertumbuhan dan perkembangan anak dapat mencapai titik optimal.
Menurut Camenius (dalam
Sarwono, 2011:49) pembagian sekolah berdasarkan teori perkembangan jiwa yang
didasarkan pada teori Psikologi Fakultas. Usia 0-6 tahun pendidikan dilakukan
oleh ibu sendiri (mother school)
untuk mengembangkan bagian dari jiwa, pengindraan, dan pengamatan.
Menurut Direktorat PADU,
2002 (dalam Permono, 2013) pengertian pendidikan usia dini sebagaimana
termaktub dalam undang undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan
bahwa: Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Batasan lain mengenai usia dini pada anak berdasarkan psikologi perkembangan
yaitu antara usia 0-8 tahun. Disamping istilah pendidikan usia dini terdapat
pula terminologi pengembangan anak usia dini yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat
atau pemerintah untuk membantu anak usia dini dalam mengembangkan potensinya
secara holistik baik aspek pendidikan, gizi, maupun kesehatan.
Dalam penyelenggaraan
pendidikan metode pembelajaran pada usia dini, ada berbagai metode yang
dilakukan oleh para pendidik. Diantaranya adalah metode belajar sambil bermain
ataupun bermain sambil belajar. Pada hakekatnya dua macam metode tersebut sama-
sama saling mendukung dalam proses belajar anak didik. Pada umumnya dalam
proses pendidikan anak usia dini lebih diutamakan pada metode bermain sambil
belajar. Hal ini dilakukan karena metode ini lebih sesuai dengan kondisi anak-
anak yang cenderung lebih suka bermain. Maka para pendidik memanfaatkan untuk
mendidik mereka dengan cara belajar sambil bermain sekaligus mengasah
ketrampilan dan kemampuan. Cara ini lebih berkesan dalam memori otak anak untuk
perkembangan pengetahuan.
Menurut Singer (dalam
Permono, 2013) Bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya,
mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan
kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep
secara ilmiah, tanpa paksaan.
Melalui bermain
pembangunan, anak juga dapat mengekspresikan dirinya dalam mengembangkan
bermain sensorimotor, bermain peran, serta hubungan kerja sama dengan anak lain
dan menciptakan karya nyata. Bermain penting untuk perkembangan kognisi,
sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun. Hal ini dipandang
sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan
ingatan, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan
kekeluargaan, pengendalian diri, ketrampilan spasial, afeksi, dan ketrampilan
kognisi.
C. Dampak Terhadap Tumbuh
Kembang Anak
Pengaruh signifikan
terhadap atmosfir di rumah adalah Bekerjanya salah satu atau kedua orang tua
untuk mencari nafkah. Pekerjaan orang tua menentukan lebih banyak dari sekedar
sumber keuangan keluarga. Banyak waktu, tenaga, dan keterlibatan emosional
orang dewasa dicurahkan kepada pekerjaan mereka. Pekerjaan orang tua dan
pengaturan pengasuhan anak mereka dapat mempengaruhi seorang anak.
Menurut hasil penelitian
Gold,et.al.(1979), Birnbaum (1975), dan Hoffman (1980) cit
Atkinson,et.al.(1983) (dalam Adhi, 2010) ditunjukkan bahwa memiliki seorang ibu
yang bekerja nampaknya lebih menguntungkan bagi anak perempuan daripada bagi
anak laki-laki dan anak perempuan yang mempunyai ibu yang bekerja cenderung
lebih dapat mandiri, lebih dapat menyesuaikan diri dalam pergaulan, cenderung
berprestasi baik secara akademis serta bercita-cita mencapai suatu karier
dibandingkan dengan anak perempuan yang memiliki ibu yang tidak bekerja.
Penelitian yang dilakukan
oleh Brown (1970) dan Banducci (1967) cit Atkinson,et.al.(1983) menunjukkan
bahwa anak laki-laki yang memiliki ibu yang bekerja juga lebih mandiri dan
lebih dapat menyesuaikan diri daripada anak-anak laki-laki yang memiliki ibu
yang tidak bekerja, akan tetapi di sekolah dan dalam testes kemampuan kognitif
mereka tidak begitu baik.
Selaras dengan hasil
penelitian di atas, ibu bekerja justru dapat berdampak pada kemandirian anak.
Persoalan ibu bekerja atau tidak seyogianya dilihat pada manajemen waktu.
Menurut Semiawan (2002:16) Manajemen waktu merupakan persoalan yang paling
penting dalam menjaga keseimbangan kehidupan keluarga. Sebenarnya hal tersebut
bukan saja berlaku bagi wanita bekerja, melainkan juga bagi semua ibu rumah
tangga. Rumah tangga aman adalah rumah tangga tempat kedua orang tua memiliki
waktu saling memerhatikan mitranya serta putra dan putrinya dan memiliki
kesempatan berkomunikasi.
Pendidikan orang tua
merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena
dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari
luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga
kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya.
BAB III
ANALISIS
Wanita sebagaimana setiap insan manusia dilahirkan dengan potensi
kemampuan dan keterampilan tertentu, yang seirama dengan tingkat pendidikannya
seyogianya memperoleh peluang untuk merealisasikannya karena kebutuhan
mengaktualisasikan diri merupakan titik pangkal dari kehidupan mental yang
sehat. Suatu karya di masyarakat, di luar rumah, yang diselesaikan mitra wanita
tidak saja menimbulkan kepuasankerja, tetapi juga menjadikan harga diri (self esteem) terangkat. (Semiawan, 2009:
38)
Pandangan di dalam masyarakat yang cenderung merendahkan profesi
ibu bekerja muncul melalui proses konstruksi sosial, dimana sejarah dan budaya
mempengaruhi dalam proses tersebut. Sejarah dan budaya mengkonstruksi bagaimana
seharusnya ibu dalam membesarkan anak maupun memilih profesi yang akan
dijalani. Sebagian besar hasil konstruksi sosial tersebut berpandangan bahwa
ibu ideal adalah ibu yang seharusnya berada di sekitar anaknya dan selalu ada
ketika anak membutuhkannya. Dengan kata lain, ibu ideal adalah ibu yang selalu
berada di rumah.
Pandangan dan ekspektasi mengenai bagaimana seharusnya ibu
membesarkan anak merupakan hasil konstruksi sosial yang terjadi di masyarakat.
Setiap ibu seakan dituntut unt uk memenuhi ekspektasi masyarakat, walaupun
terkadang ekspektasi tersebut tidak dapat disamaratakan bagi semua ibu. Karena
ada beberapa faktor yang ikut berperan seperti faktor ekonomi, sosial, dan
budaya. Peran ibu hanya terbatas bagaimana bisa membesarkan anak dan membantu
keberlangsungan hidup keluarga. Maka tak jarang kita banyak menemukan ibu-ibu
ikut turun ke ladang atau sawah dalam rangka membantu suami bekerja.
Menurut hasil penelitian Gold,et.al.(1979), Birnbaum (1975), dan
Hoffman (1980) cit Atkinson,et.al.(1983) (dalam Adhi, 2010) ditunjukkan bahwa
memiliki seorang ibu yang bekerja nampaknya lebih menguntungkan bagi anak
perempuan daripada bagi anak laki-laki dan anak perempuan yang mempunyai ibu
yang bekerja cenderung lebih dapat mandiri, lebih dapat menyesuaikan diri dalam
pergaulan, cenderung berprestasi baik secara akademis serta bercita-cita
mencapai suatu karier dibandingkan dengan anak perempuan yang memiliki ibu yang
tidak bekerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Brown (1970) dan Banducci (1967)
cit Atkinson,et.al.(1983) menunjukkan bahwa anak laki-laki yang memiliki ibu
yang 17 bekerja juga lebih mandiri dan lebih dapat menyesuaikan diri daripada
anak-anak laki-laki yang memiliki ibu yang tidak bekerja, akan tetapi di
sekolah dan dalam testes kemampuan kognitif mereka tidak begitu baik.
Hasil penelitian Brooks-Gunn, Han, & Waldfogel (dalam Adhi,
2010) menunjukkan bahwa terdapat efek negatif terhadap perkembangan kognitif
pada usia 15 bulan sampai 3 tahun dari bayi berusia sembilan bulan dengan ibu
yang bekerja lebih dari 30 jam seminggu. Hal tersebut disebabkan sensitivitas
maternal, kualitas lingkungan rumah, dan kualitas pengasuhan anak membuat
perbedaan yang berarti. Ibu yang bekerja memiliki kuantitas interaksi dengan
anak yang lebih sedikit jika dibanding ibu yang tidak berkerja.
Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi pengasuh pengganti
ibu selama ibu bekerja, dimana dari 30 subjek penelitian, 22 orang diasuh oleh
neneknya, 5 orang oleh bapaknya, 2 orang diasuh oleh pembantu dan 1 orang
diasuh oleh saudara ibu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pengasuhan yang diterima anak balita ketika ibu bekerja tidak mempengaruhi
kualitas perkembangan anak balita. Meskipun asuhan yang diberikan langsung oleh
ibu tentu sangat berbeda dengan asuhan yang diberikan orang lain.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Pandangan masyarakat
cenderung merendahkan profesi ibu bekerja. Sebagian besar hasil konstruksi
sosial tersebut berpandangan bahwa ibu ideal adalah ibu yang seharusnya berada
di sekitar anaknya dan selalu ada ketika anak membutuhkannya. Dengan kata lain,
ibu ideal adalah ibu yang selalu berada di rumah.
Bertolak belakang dengan pandangan
masyarakat, dewasa ini fenomena ibu bekerja menjadi suatu hal yang biasa. Kemungkinan
terbesar alasan wanita bekerja adalah faktor ekonomi. Dengan ibu bekerja akan membantu
meningkatkan kondisi ekonomi keluarga menjadi lebih baik. Wanita juga memiliki potensi kemampuan dan keterampilan
tertentu yang seirama dengan tingkat pendidikannya. Sehingga wanita juga perlu
memiliki kesempatan yang sama dalam hal karir.
Anggapan ibu bekerja tidak memiliki
cukup waktu mengurus anak, sehingga berdampak pada tumbuh kembang anak.
Persoalan tersebut bergantung pada manajemen waktu yang dilakukan ibu bekerja. Manajemen waktu merupakan persoalan yang paling penting
dalam menjaga keseimbangan kehidupan keluarga. Sebenarnya hal tersebut bukan
saja berlaku bagi wanita bekerja, melainkan juga bagi semua ibu rumah tangga.
Rumah tangga aman adalah rumah tangga tempat kedua orang tua memiliki waktu
saling memerhatikan mitranya serta putra dan putrinya dan memiliki kesempatan
berkomunikasi.
Apabila ibu bekerja mampu
memainkan peran dengan baik sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga,
persoalan tumbuh kembang anak tidak anak dipermasalahkan. Hal ini selaras
dengan beberapa penelitihan menurut ahli, dapat disimpulkan bahwa tidak
ditemukan adanya perbedaan perkembangan anak balita, dalam aspek perilaku
sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar, baik pada anak balita yang
ibunya bekerja maupun tidak bekerja. Kesimpulan ini tidak bersifat definitif,
karena sejumlah faktor perancu seperti faktor genetik, kuantitas dan intensitas
perhatian, kasih sayang, interaksi anak dan ibu, stimulasi dini, dan
faktor-faktor psikososial lainnya, mungkin menutupi.
B.
Saran
Makalah ini merupakan resume dari berbagai
sumber, untuk lebih mendalami isi makalah dapat dibaca dalam buku rujukan yang
tercantum dalam daftar pustaka. Selanjutnya, penulis menyampaikan permohonan
maaf yang sebesar-besarnya pada pembaca apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan ataupun kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, saran dan
kritikan dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata, semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi
Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja). Bandung:
Refika Aditama.
Ariyanti, Adhi. 2010. “Perbedaan
Perkembangan Anak Balita pada Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja Penilaian
Menggunakan Metode Denver II”. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Filiya, Ana Nur. 2008. “Hubungan
Tumbuh Kembang Anak dengan Pola Asuh Ibu Bekerja”. Skripsi. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Permono, Hendarti. 2013.
Peran Orang Tua dalam Optimalkan Tumbuh Kembang Anak Untuk Membangun Karakter
Anak Usia” Dini. Prosiding Seminar Nasional Parenting: Universitas Persada
Indonesia.
Sarwono, Sartito Wirawan. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali
Pers.
Semiawan, Conny. 2009. Penerapan
Pembelajaran pada Anak. Jakarta: Indeks.
Malah dapat skripsi wkwkwk
BalasHapus