HUBUNGAN MENJAGA KESEIMBANGAN SEBAGAI WANITA KARIR DAN IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TUMBUH KEMBANG ANAK

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Dewasa ini fenomena perempuan bekerja merupakan suatu hal yang biasa. Beberapa perempuan bahkan mampu menduduki posisi penting dalam beberapa jabatan, mulai dari Presiden, Menteri, maupun Manajer. Pada saat ini, terjadi pula pergeseran jenis pekerjaan yang  oleh para perempuan, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang dahulu dominan dilakukan laki-laki, sekarang banyak juga dilakukan para perempuan.
Masalah wanita bekerja seyogianya dilihat dari dua kacamata aspek fundamental. Pertama tereksposnya negara kita seperti sebagian besar negara di dunia, oleh arus globalisasi, industri, dan teknologi, dengan berbagai dampak yang secara simultan dialami dalam berbagai tata cara hidup dengan kecepatan yang luar biasa sehingga sering membawa kebingungan dan masalah dalam menghadapinya. Kedua pemberdayaan wanita dalam berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan, bukan saja sebagai objek pembangunan, melainkan juga pemberdayaan dan mengintegrasikan isu gender dalam keseluruhan strategi pembangunan negara kita.[1]
Alasan lain semakin mahalnya harga bahan pangan, akan bertambah pula kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipernuhi tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah ibu rumah tangga turut bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Menurut Suprapto (dalam Ana, 2008) kemungkinan terbesar alasan wanita bekerja adalah faktor ekonomi. Ibu bekerja ingin membantu meningkatkan kondisi ekonomi keluarga menjadi lebih baik.
Ibu bekerja memiliki peran ganda selain sebagai wanita karir juga sebagai ibu rumah tangga, dimana ibu harus dapat membagi waktu antara pekerjaan dan mengasuh anaknya dengan baik. (Ana, 2008). Ibu yang bekerja akan melimpahkan urusan merawat anak pada pengasuh, sedangkan baru dapat mengasuh anaknya secara intensif setelah pulang bekerja. Padahal, dalam lingkungan keluarga peran ibu sangat penting dalam tumbuh kembang anak, seperti memberikan rangsangan pada aktivitas anak, perkembangan intelejensia, dan menyiapkan anak memasuki dunia sekolah.
Interaksi dan komunikasi dengan lingkungan keluarga inilah yang pada hakikatnya yang ikut menentukan arah dari perkembangan anak, yaitu peluang keserasian belajar pada setiap masa peka. Umpamanya pada bayi umur 0-2 tahun: kepekaan utama terletak dalam latihan alat indra, motorik, dan perluasan perkembangan bahasanya. Setiap pengalaman langsung dihayatinya sebagai pengalaman yang amat mendalam (peak experience), dan sangat berpengaruh terhadap kesan dan sikap kehidupan anak kelak (terutama pada umur 3-5 tahun), yaitu suatu penyesuaian diri yang bersifat aktif dan sekektif.[2]
Jadi sangat disayangkan apabila ibu yang bekerja sampai melalaikan tugas pokoknya mengasuh anak serta memperhatikan tumbuh kembang anak. Mengingat dewasa ini banyak ibu muda yang memutuskan untuk bekerja, penulis mengangkat judul Hubungan Keseimbangan Sebagai Wanita Karir dan Ibu Rumah Tangga Terhadap Tumbuh Kembang Anak, untuk membahas lebih dalam berkaitan dengan maraknya fenomena ibu bekerja, bagaimana menjaga keseimbangan antara karir dan ibu rumah tangga, dan dampak yang ditimpulkan terhadap tumbuh kembang anak.
Persoalan ibu bekerja atau tidak seyogianya dilihat pada manajemen waktu. Menurut Semiawan (2002:16) Manajemen waktu merupakan persoalan yang paling penting dalam menjaga keseimbangan kehidupan keluarga. Sebenarnya hal tersebut bukan saja berlaku bagi wanita bekerja, melainkan juga bagi semua ibu rumah tangga. Rumah tangga aman adalah rumah tangga tempat kedua orang tua memiliki waktu saling memerhatikan mitranya serta putra dan putrinya dan memiliki kesempatan berkomunikasi.
Pandangan di dalam masyarakat yang cenderung merendahkan profesi ibu bekerja muncul melalui proses konstruksi sosial, dimana sejarah dan budaya mempengaruhi dalam proses tersebut. Sejarah dan budaya mengkonstruksi bagaimana seharusnya ibu dalam membesarkan anak maupun memilih profesi yang akan dijalani. Sebagian besar hasil konstruksi sosial tersebut berpandangan bahwa ibu ideal adalah ibu yang seharusnya berada di sekitar anaknya dan selalu ada ketika anak membutuhkannya. Dengan kata lain, ibu ideal adalah ibu yang selalu berada di rumah.
Pandangan dan ekspektasi mengenai bagaimana seharusnya ibu membesarkan anak merupakan hasil konstruksi sosial yang terjadi di masyarakat. Setiap ibu seakan dituntut unt uk memenuhi ekspektasi masyarakat, walaupun terkadang ekspektasi tersebut tidak dapat disamaratakan bagi semua ibu. Karena ada beberapa faktor yang ikut berperan seperti faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Peran ibu hanya terbatas bagaimana bisa membesarkan anak dan membantu keberlangsungan hidup keluarga. Maka tak jarang kita banyak menemukan ibu-ibu ikut turun ke ladang atau sawah dalam rangka membantu suami bekerja
Persoalan ibu bekerja atau tidak bekerja berkaitan dengan tumbuh kembang anak merupakan topik yang menarik dikupas lebih dalam. Oleh karena itu penulis mengangkat judul Hubungan Menjaga Keseimbangan Sebagai Wanita Karir dan Sebagai Ibu Rumah Tangga Terhadap Tumbuh Kembang Anak. Dalam makalah ini, penulis membahas sub-sub bab sebagai berikut: tinjauan ibu bekerja dan faktor yang mempengaruhi, tinjauan ibu dan tumbuh kembang anak, dan dampak terhadap tumbuh kembang anak. Diharapkan melalui makalah ini dapat menjawab persoalan berkaitan dengan hubungan ibubekerja atau tidak dengan tumbuh kembang anak.





B.  Rumusan Masalah
1.      Apasajakah faktor-faktor yang mendorong ibu bekerja?
2.      Bagaimana menjaga keseimbangan antara wanita karir dengan ibu rumah tangga?
3.      Dapak apasajakah yang akan ditimbulkan terhadap tumbuh kembang anak

C.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui faktor pendorong ibu bekerja
2.      Untuk mengetahui bagaimana menjaga keseimbangan antara wanita karir dengan ibu rumah tangga.
3.      Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan terhadap tumbuh kembang anak.



















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Tinjauan Ibu Bekerja dan Faktor yang Mempengaruhi
1.      Ibu Bekerja
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia “Badudu-Zain” (dalam Ana, 2008) ibu bekerja adalah perempuan yang tidak saja bertugas sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga perempuan yang bekerja di dalam masyarakat di bidang apa saja dan mendapatkan penghasilan. (wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha, perkantoran, dan sebagainya.)
Dewasa ini fenomena perempuan bekerja merupakan suatu hal yang biasa. Beberapa perempuan bahkan mampu menduduki posisi penting dalam beberapa jabatan, mulai dari Presiden, Menteri, maupun Manajer. Pada saat ini, terjadi pula pergeseran jenis pekerjaan yang dilakukan oleh para perempuan, sehingga pekerjaan-pekerjaan yang dahulu dominan dilakukan laki-laki, sekarang banyak juga dilakukan para perempuan.
Banyak persoalan yang di­alami ibu bekerja, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tu­gas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa me­nikmati peran gandanya, na­mun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit semakin ber­kembang dalam hidup sehari-hari
2.      Faktor yang Mempengaruhi
Masalah wanita bekerja seyogiannya dilihat dari dua kacamata aspek fundamental. Pertama tereksposnya negara kita seperti sebagian besar negara di dunia, oleh arus globalisasi, industri, dan teknologi, dengan berbagai dampak yang secara simultan dialami dalam berbagai tata cara hidup dengan kecepatan yang luar biasa sehingga sering membawa kebingungan dan masalah dalam menghadapinya. Kedua pemberdayaan wanita dalam berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan, bukan saja sebagai objek pembangunan, melainkan juga pemberdayaan dan mengintegrasikan isu gender dalam keseluruhan strategi pembangunan negara kita.[3]
Alasan lain semakin mahalnya harga bahan pangan, akan bertambah pula kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipernuhi tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah ibu rumah tangga turut bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Menurut Suprapto (dalam Ana, 2008) kemungkinan terbesar alasan wanita bekerja adalah faktor ekonomi. Ibu bekerja ingin membantu meningkatkan kondisi ekonomi keluarga menjadi lebih baik.

B.  Tinjauan Ibu dan Tumbuh Kembang Anak
1.    Peran Ibu
Ibu sebagai salah satu faktor lingkungan keluarga yang berpengaruh pada tumbuh kembang, memainkan peran di dalam mendidik anak, terutama pada masa balita. Peranan ibu tersebut dibedakan menjadi tiga tugas penting, yaitu ibu sebagai pemuas kebutuhan anak, ibu sebagai teladan atau “model” peniruan anak dan sebagai pemberi stimulasi bagi perkembangan anak.  
Peran lain ibu dalam menunjang pertumbuhan anak adalah memberikan pola asuh makan yang baik. Praktek pola asuh makan terdiri dari pemberian makan yang sesuai umur dan kemampuan anak, kepekaan ibu atau pengasuh mengetahui saat anak perlu makan, upaya menumbuhkan nafsu makan anak, dan menciptakan situasi makan yang baik seperti memberi rasa nyaman saat makan.
Menurut Cropley (dalam Permono, 2013) anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar, ternyata tidak benar, bahkan pendidikan yang dimulai usia taman kanak-kanakpun sebenarnya sudah terlambat. Menurut hasil penelitian di bidang neurologi seperti yang dilakukan oleh Dr. Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari universitas Chicago, Amerika Serikat, mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50%. Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka segala tumbuh kembang anak baik fisik maupun mental tidak akan berkembang secara optimal.
Menurut Desain Pembangunan Karakter Anonim, 2010 (dalam Permono, 2013) Faktor penentu bagi perkembangan anak baik fisik maupun mental adalah peran orang tua, terutama peran seorang ibu, karena ibu adalah pendidik pertama dan utama bagi anak- anak yang dilahirkan sampai dia dewasa. Dalam proses pembentukan pengetahuan, melalui berbagai pola asuh yang disampaikan oleh seorang ibu sebagai pendidik pertama sangatlah penting. Pendidikan dalam keluarga sangat berperan dalam mengembangkan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nila  keagamaan dan moral, serta ketrampilan sederhana. Dalam konteks ini proses sosialisasi dan enkulturasi terjadi secara berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk membimbing anak agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, tangguh, mandiri, inovatif, kreatif, beretos kerja, setia kawan, peduli akan lingkungan, dan lain sebagainya.
Peran ibu tidak berhenti setelah anak melewati masa balita. Saat anak mulai memasuki usia sekolah, peran ibu justru lebih dominan. Hal ini dikarenakan menginjak usia sekolah, anak akan bersosialisasi dan mendapat pengaruh dari luar terutama teman sebaya. Orang tua terutama sosok ibu harus mampu memberikan pengertian dan membekali anak tentang lingkungan.
Menurut Taylor (1953); Comb dan Snygg(1959) (dalam Agustiani, 2006:82) pada usia 6-7 tahun, batas-batas pemahaman akan diri menjadi lebih jelas bagi anak sebagai hasil dari eksplorasi dan pengalaman dengan tubuhnya sendiri. Selama periode awal kehidupan, konsep diri individu sepenuhnya didasari oleh persepsi tentang diri sendiri. Kemudian dengan bertambahnya usia, pandangan tentang diri ini menjadi lebih banyak didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain
Selama masa anak pertengahan dan akhir, kelompok teman sebaya mulai memainkan peran yang dominan, menggantikan peran orang tua sebagai orang yang turut berpengaruh pada konsep diri anak. Anak makin mengidentifikasikan diri dengan anak-anak seusianya dan mengadopsi bentuk-bentuk tingkah laku kelompok teman sebaya dari jenis kelamin yang sama. (Agustiani, 2006:82)
2.    Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh kembang menyangkut dua peristiwayang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan memiliki dapak pada aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ atau individu. Walaupun demikian pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara singkron pada diri individu.
a.    Pertumbuhan
Anak merupakan aset, pewaris, dan generasi penerus bangsa. Anak diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sebaikbaiknya sehingga nantinya menjadi orang dewasa yang sehat secara fisik, mental, sosial dan emosi, dengan demikian dapat mencapai perkembangan yang optimal akan potensi yang dimilikinya dan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas
Pertumbuhan sering dikaitkan dengankata perkembangan, sehingga ada istilah tumbuh kembang. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pertumbuhan merupakan bagian dari perkembangan. Namun sebenarnya pertumbuhan dan perkembangan adalah dua hal yang berbeda
Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran dan bentuk tubuh atau anggota tubuh, misalnya bertambah berat badan, bertambah tinggi badan, bertambah lingkaran kepala dan perubahan tubuh yang lainnya yang biasa disebut pertumbuhan fisik. Pertumbuhan dapat dengan mudah diamati melalui penimbangan berat badan atau pegukuran tinggi badan. Pemantauan pertumbuhan anak dilakukan secara terus menerus dan teratur.
Menurut Supariasa dalam (Ana, 2006) pertumbuhan dapat diukur dengan status gizi. Status gizi adalah ekspektasi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalambentuk variabel tertentu
Menurut Almatsier (dalam Ana, 2006) status gizi baik atau optimal bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak, kemampuan kerja, dankesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi lebih esensial.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, terdapat berbagai ciri khas yang membedakan komponen satu dengan yang lain. Proses pertumbuhan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada dan yang lainnya.
2.    Dalam Pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi hingga dewasa.
3.    Pada pertumbuhan dan perkembangan, hilang ciri-ciri lama yang ada selama pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjar timus, gigi susu atau hilangnya refleks tertentu.
b.   Perkembangan
Adapun perkembangan Menurut Soetjiningsih (dalam Adhi, 2010) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, terdapat berbagai ciri khas yang membedakan komponen satu dengan yang lain. Proses pertumbuhan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti dari perubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi akan diikuti perubahan pada fungsi alat kelamin.
2.    Perkembangan memilki pola yang konstan yaitu perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala kedaerah kaki.
3.    Perkembangan memiliki tahap yang berurutan mulai dari melakukan hal yang sederhana sampai melakukan hal yang sempurna.
4.    Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian yang berbeda.
5.    Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya, dimana tahapan perkembangan harus dilewati tahap demi tahap.
c.    Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Menurut Suriviana (dalam Ana), kebutuhan dasar seorang anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik adalah asah, asih, dan asuh. Asah adalah kebutuhan akan stimulasi mental dini, sedangkan  asih adalah kebutuhan emosional, dan asuh adalah kebutuhan biomedis. Kebutuhan biomedis menyangkut asupan gizi anak, kebutuhan akan tempat tinggal, pakaian yang layak dan aman, perawatan kesehatan dini berupa imunisasi, deteksi dan intervensi diri akan timbulnya gejalah penyakit.
Secara biologis kecerdasan sangat dipengaruhi oleh kinerja otak. Kemampuan kinerja otak sangat ditentukan oleh jumlah sel syaraf dan jumlah hubungan antar sel syaraf otak. Hasil penelitian menujukkan bahwa anak anak yang cerdas memiliki jumlah sel syaraf otak dan jumlah hubungan
antar sel syaraf otak lebih banyak. Pertumbuhan dan perkembangan sel syaraf otak saat prenatal, selain dipengaruhi oleh faktor genetis juga dipengaruhi oleh faktor makanan.
 Makanan yang bergizi dan seimbang diperlukan tubuh agar sel syaraf otak dapat tumbuh secara optimal. Pada saat masih dalam kandungan, ibu hamil harus mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan menghindari makanan yang dapat menghambat pertumbuhan sel syaraf otak pada janinnya. Kesehatan badan dan imunitas sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kecerdasan anak. Tubuh anak yang sehat berkembang dengan baik termasuk otaknya.
Air susu ibu amat penting bagi kesehatan dan imunitas anak. ASI mengandung zat-zat makanan yang sesuai dengan kondisi saluran pencernaan anak. Bila bayi tumbuh sehat pada tahun-tahun pertama kehidupannya maka ini akan menambah jumlah sel-sel syaraf otaknya dimana pertumbuhan ini menambah perkembangan kecerdasan bayi tersebut. Setelah anak dilahirkan, tahun-tahun awal  kehidupan merupakan saat yang paling kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan otak
Menurut Dirjen Diklusepa, Depdiknas: 2002 (dalam Permono, 2013) Pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara pengasuhan dan pemberian makan serta stimulasi anak pada usia dini yang sering disebut critical period ini. Gizi yang tidak seimbang maupun gizi buruk serta derajat kesehatan anak yang rendah akam menghambat pertumbuhan otak dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, mereproduksi dan merekonstruksi informasi. Disamping itu, rendahnya derajat kesehatan dan gizi anak akan menghambat pertumbuhan fisik dan motorik anak yang juga berlangsung sangat cepat pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Gangguan yang terjadi pada pertumbuhan fisik dan motorik anak, sulit diperbaiki pada periode berikutnya, bahkan dapat mengakibatkan cacat yang permanen.
Tahun-tahun pertama kehidupan merupakan periode yang sangat penting yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, ketrampilan motorik dan sosial emosi berjalan demikian pesatnya Untuk mencapai keberhasilan di tahun-tahun tersebut, dibutuhkan peran pengasuh anak, terutama ibu. Jika peran tersebut dapat dimainkan dengan
baik oleh ibu maka pertumbuhan dan perkembangan anak dapat mencapai titik optimal.
Menurut Camenius (dalam Sarwono, 2011:49) pembagian sekolah berdasarkan teori perkembangan jiwa yang didasarkan pada teori Psikologi Fakultas. Usia 0-6 tahun pendidikan dilakukan oleh ibu sendiri (mother school) untuk mengembangkan bagian dari jiwa, pengindraan, dan pengamatan.
Menurut Direktorat PADU, 2002 (dalam Permono, 2013) pengertian pendidikan usia dini sebagaimana termaktub dalam undang undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa: Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Batasan lain mengenai usia dini pada anak berdasarkan psikologi perkembangan yaitu antara usia 0-8 tahun. Disamping istilah pendidikan usia dini terdapat pula terminologi pengembangan anak usia dini yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat atau pemerintah untuk membantu anak usia dini dalam mengembangkan potensinya secara holistik baik aspek pendidikan, gizi, maupun kesehatan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan metode pembelajaran pada usia dini, ada berbagai metode yang dilakukan oleh para pendidik. Diantaranya adalah metode belajar sambil bermain ataupun bermain sambil belajar. Pada hakekatnya dua macam metode tersebut sama- sama saling mendukung dalam proses belajar anak didik. Pada umumnya dalam proses pendidikan anak usia dini lebih diutamakan pada metode bermain sambil belajar. Hal ini dilakukan karena metode ini lebih sesuai dengan kondisi anak- anak yang cenderung lebih suka bermain. Maka para pendidik memanfaatkan untuk mendidik mereka dengan cara belajar sambil bermain sekaligus mengasah ketrampilan dan kemampuan. Cara ini lebih berkesan dalam memori otak anak untuk perkembangan pengetahuan.
Menurut Singer (dalam Permono, 2013) Bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.
Melalui bermain pembangunan, anak juga dapat mengekspresikan dirinya dalam mengembangkan bermain sensorimotor, bermain peran, serta hubungan kerja sama dengan anak lain dan menciptakan karya nyata. Bermain penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun. Hal ini dipandang sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan ingatan, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, ketrampilan spasial, afeksi, dan ketrampilan kognisi.

C.  Dampak Terhadap Tumbuh Kembang Anak
Pengaruh signifikan terhadap atmosfir di rumah adalah Bekerjanya salah satu atau kedua orang tua untuk mencari nafkah. Pekerjaan orang tua menentukan lebih banyak dari sekedar sumber keuangan keluarga. Banyak waktu, tenaga, dan keterlibatan emosional orang dewasa dicurahkan kepada pekerjaan mereka. Pekerjaan orang tua dan pengaturan pengasuhan anak mereka dapat mempengaruhi seorang anak.
Menurut hasil penelitian Gold,et.al.(1979), Birnbaum (1975), dan Hoffman (1980) cit Atkinson,et.al.(1983) (dalam Adhi, 2010) ditunjukkan bahwa memiliki seorang ibu yang bekerja nampaknya lebih menguntungkan bagi anak perempuan daripada bagi anak laki-laki dan anak perempuan yang mempunyai ibu yang bekerja cenderung lebih dapat mandiri, lebih dapat menyesuaikan diri dalam pergaulan, cenderung berprestasi baik secara akademis serta bercita-cita mencapai suatu karier dibandingkan dengan anak perempuan yang memiliki ibu yang tidak bekerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Brown (1970) dan Banducci (1967) cit Atkinson,et.al.(1983) menunjukkan bahwa anak laki-laki yang memiliki ibu yang bekerja juga lebih mandiri dan lebih dapat menyesuaikan diri daripada anak-anak laki-laki yang memiliki ibu yang tidak bekerja, akan tetapi di sekolah dan dalam testes kemampuan kognitif mereka tidak begitu baik.
Selaras dengan hasil penelitian di atas, ibu bekerja justru dapat berdampak pada kemandirian anak. Persoalan ibu bekerja atau tidak seyogianya dilihat pada manajemen waktu. Menurut Semiawan (2002:16) Manajemen waktu merupakan persoalan yang paling penting dalam menjaga keseimbangan kehidupan keluarga. Sebenarnya hal tersebut bukan saja berlaku bagi wanita bekerja, melainkan juga bagi semua ibu rumah tangga. Rumah tangga aman adalah rumah tangga tempat kedua orang tua memiliki waktu saling memerhatikan mitranya serta putra dan putrinya dan memiliki kesempatan berkomunikasi.
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya.















BAB III
ANALISIS

Wanita sebagaimana setiap insan manusia dilahirkan dengan potensi kemampuan dan keterampilan tertentu, yang seirama dengan tingkat pendidikannya seyogianya memperoleh peluang untuk merealisasikannya karena kebutuhan mengaktualisasikan diri merupakan titik pangkal dari kehidupan mental yang sehat. Suatu karya di masyarakat, di luar rumah, yang diselesaikan mitra wanita tidak saja menimbulkan kepuasankerja, tetapi juga menjadikan harga diri (self esteem) terangkat. (Semiawan, 2009: 38)
Pandangan di dalam masyarakat yang cenderung merendahkan profesi ibu bekerja muncul melalui proses konstruksi sosial, dimana sejarah dan budaya mempengaruhi dalam proses tersebut. Sejarah dan budaya mengkonstruksi bagaimana seharusnya ibu dalam membesarkan anak maupun memilih profesi yang akan dijalani. Sebagian besar hasil konstruksi sosial tersebut berpandangan bahwa ibu ideal adalah ibu yang seharusnya berada di sekitar anaknya dan selalu ada ketika anak membutuhkannya. Dengan kata lain, ibu ideal adalah ibu yang selalu berada di rumah.
Pandangan dan ekspektasi mengenai bagaimana seharusnya ibu membesarkan anak merupakan hasil konstruksi sosial yang terjadi di masyarakat. Setiap ibu seakan dituntut unt uk memenuhi ekspektasi masyarakat, walaupun terkadang ekspektasi tersebut tidak dapat disamaratakan bagi semua ibu. Karena ada beberapa faktor yang ikut berperan seperti faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Peran ibu hanya terbatas bagaimana bisa membesarkan anak dan membantu keberlangsungan hidup keluarga. Maka tak jarang kita banyak menemukan ibu-ibu ikut turun ke ladang atau sawah dalam rangka membantu suami bekerja.
Menurut hasil penelitian Gold,et.al.(1979), Birnbaum (1975), dan Hoffman (1980) cit Atkinson,et.al.(1983) (dalam Adhi, 2010) ditunjukkan bahwa memiliki seorang ibu yang bekerja nampaknya lebih menguntungkan bagi anak perempuan daripada bagi anak laki-laki dan anak perempuan yang mempunyai ibu yang bekerja cenderung lebih dapat mandiri, lebih dapat menyesuaikan diri dalam pergaulan, cenderung berprestasi baik secara akademis serta bercita-cita mencapai suatu karier dibandingkan dengan anak perempuan yang memiliki ibu yang tidak bekerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Brown (1970) dan Banducci (1967) cit Atkinson,et.al.(1983) menunjukkan bahwa anak laki-laki yang memiliki ibu yang 17 bekerja juga lebih mandiri dan lebih dapat menyesuaikan diri daripada anak-anak laki-laki yang memiliki ibu yang tidak bekerja, akan tetapi di sekolah dan dalam testes kemampuan kognitif mereka tidak begitu baik.
Hasil penelitian Brooks-Gunn, Han, & Waldfogel (dalam Adhi, 2010) menunjukkan bahwa terdapat efek negatif terhadap perkembangan kognitif pada usia 15 bulan sampai 3 tahun dari bayi berusia sembilan bulan dengan ibu yang bekerja lebih dari 30 jam seminggu. Hal tersebut disebabkan sensitivitas maternal, kualitas lingkungan rumah, dan kualitas pengasuhan anak membuat perbedaan yang berarti. Ibu yang bekerja memiliki kuantitas interaksi dengan anak yang lebih sedikit jika dibanding ibu yang tidak berkerja.
Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi pengasuh pengganti ibu selama ibu bekerja, dimana dari 30 subjek penelitian, 22 orang diasuh oleh neneknya, 5 orang oleh bapaknya, 2 orang diasuh oleh pembantu dan 1 orang diasuh oleh saudara ibu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengasuhan yang diterima anak balita ketika ibu bekerja tidak mempengaruhi kualitas perkembangan anak balita. Meskipun asuhan yang diberikan langsung oleh ibu tentu sangat berbeda dengan asuhan yang diberikan orang lain.










BAB IV
PENUTUP

A.  Simpulan
Pandangan masyarakat cenderung merendahkan profesi ibu bekerja. Sebagian besar hasil konstruksi sosial tersebut berpandangan bahwa ibu ideal adalah ibu yang seharusnya berada di sekitar anaknya dan selalu ada ketika anak membutuhkannya. Dengan kata lain, ibu ideal adalah ibu yang selalu berada di rumah.
Bertolak belakang dengan pandangan masyarakat, dewasa ini fenomena ibu bekerja menjadi suatu hal yang biasa. Kemungkinan terbesar alasan wanita bekerja adalah faktor ekonomi. Dengan ibu bekerja akan membantu meningkatkan kondisi ekonomi keluarga menjadi lebih baik. Wanita juga memiliki potensi kemampuan dan keterampilan tertentu yang seirama dengan tingkat pendidikannya. Sehingga wanita juga perlu memiliki kesempatan yang sama dalam hal karir.
Anggapan ibu bekerja tidak memiliki cukup waktu mengurus anak, sehingga berdampak pada tumbuh kembang anak. Persoalan tersebut bergantung pada manajemen waktu yang dilakukan ibu bekerja. Manajemen waktu merupakan persoalan yang paling penting dalam menjaga keseimbangan kehidupan keluarga. Sebenarnya hal tersebut bukan saja berlaku bagi wanita bekerja, melainkan juga bagi semua ibu rumah tangga. Rumah tangga aman adalah rumah tangga tempat kedua orang tua memiliki waktu saling memerhatikan mitranya serta putra dan putrinya dan memiliki kesempatan berkomunikasi.
Apabila ibu bekerja mampu memainkan peran dengan baik sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga, persoalan tumbuh kembang anak tidak anak dipermasalahkan. Hal ini selaras dengan beberapa penelitihan menurut ahli, dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan perkembangan anak balita, dalam aspek perilaku sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar, baik pada anak balita yang ibunya bekerja maupun tidak bekerja. Kesimpulan ini tidak bersifat definitif, karena sejumlah faktor perancu seperti faktor genetik, kuantitas dan intensitas perhatian, kasih sayang, interaksi anak dan ibu, stimulasi dini, dan faktor-faktor psikososial lainnya, mungkin menutupi.   

B.  Saran
Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi makalah dapat dibaca dalam buku rujukan yang tercantum dalam daftar pustaka. Selanjutnya, penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya pada pembaca apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ataupun kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, saran dan kritikan dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita.



















DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja). Bandung: Refika Aditama.
Ariyanti, Adhi. 2010. “Perbedaan Perkembangan Anak Balita pada Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja Penilaian Menggunakan Metode Denver II”. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Filiya, Ana Nur. 2008. “Hubungan Tumbuh Kembang Anak dengan Pola Asuh Ibu Bekerja”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Permono, Hendarti. 2013. Peran Orang Tua dalam Optimalkan Tumbuh Kembang Anak Untuk Membangun Karakter Anak Usia” Dini. Prosiding Seminar Nasional Parenting: Universitas Persada Indonesia.
Sarwono, Sartito Wirawan. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Semiawan, Conny. 2009. Penerapan Pembelajaran pada Anak. Jakarta: Indeks.




[1] Prof. Dr. Conny Semiawan, Penerapan Pembelajaran Pada Anak (Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 11-12.
[2] Prof. Dr. Conny Semiawan, Penerapan Pembelajaran Pada Anak (Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 65
[3] Prof. Dr. Conny Semiawan, Penerapan Pembelajaran Pada Anak (Jakarta: Indeks, 2009), hlm. 11-    12.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer